Rabu, 28 Desember 2011

Akselerasi Penyerapan (?)

Seorang rekan di kantor membuat status di sebuah jejaring sosial. Ada beberapa kata di statusnya yg bisa dibilang mewakili isi hati saya saat ini. Kurang lebih seperti ini, "...penghabisan anggaran di akhir tahun untuk kegiatan non produktif sepertinya luput dari penglihatan pemerintah, hotel fully booked, renovasi gila2an, blablabla".
Tahukah kawan? saat menulis ini pun status saya adalah baru sampai ke kamar kosan, setelah dua hari ini mengikuti acara kantor, sebut saja outbond, yg tentu saja siapapun akan mengatakan ini adalah salah satu upaya penghabisan anggaran untuk kegiatan non produktif. Non produktif? iya, menurut saya. Dengan dana yg tentunya sangat besar untuk akomodasi dan trainer, hasil yg didapat rasanya tidak sebanding.
Tahukah lagi, hampir setiap pekan selama kurang lebih dua bulan ini, adaaa saja kegiatan sejenis itu. Diikuti oleh level yg bervariasi, dg jenis kegiatan yg cukup bervariasi tapi ujung2nya tetap sama, 'penyegaran' bagi pegawainya. Dan saya rasa, tidak hanya di kantor saya, di hampir semua kantor pemerintahan pun pasti tak jauh beda. Ironisnya, saya (semoga kalian tidak) pun menjadi bagian dari itu. Menikmati proses akselerasi penyerapan itu. :(
Entahlah, mungkin ada yg salah dalam proses penganggaran kita. Payahnya, saya pun hanya bisa terbingung-bingung sendiri karena walaupun itu adalah tupoksi kantor saya, namun pekerjaan harian saya sungguh jauh dari situ. Gggrr..
Ah saya hanya malu, ketika akhir tahun ini kita sebagai pegawai pemerintah bersenang-senang sementara masih ada saudara kita di luar sana yg susah nyari makan dan bayaran sekolah, ketika perbaikan gedung dan jalanan gencar2an tapi hanya bertahan beberapa bulan dan tahun depan pada waktu yg sama dilakukan lagi perbaikan di tempat yg sama, ketika kita hanya meributkan uang harian yg tak kunjung cair toh gaji dan tunjangan setiap bulan masih lancar masuk rekening..

# seperti kata seorang rekan, kita hanya perlu terbiasa untuk kemudian ikut terbawa dalam budaya ini. Mungkin setahun dua tahun, dan kemudian..
Ah tolonglah Tuhan, aku yakin karena-Mu pernyataan itu tak mungkin benar..

Kebanjiran

Pagi ini saya terbangun, entah pukul berapa, yang jelas suara speaker dari masjid dekat kosan masih menyuarakan lantunan ayat2 Al-Quran, shubuh belum datang. Duduk di sisi tempat tidur, saya kaget melihat salah satu hp saya, tombol menunya menyala, padahal layarnya mati. Astaghfirullah, kaki saya pun menginjak lantai, dan ternyata ada air. Bukan sekedar basah, tapi menggenang. Ya, menggenang, seluruh kamar saya, dan dua hp (yang baru kali ini saya letakkan di lantai ketika saya tidur), salah satunya dalam keadaan masih tercharger, beserta rol kabel dan kabel2 lain yg terpasang pada rol tersebut sudah terendam. Fyi, kamar saya terletak di lantai 2, jadi salah satu kemungkinan yg terfikir adalah ada atap yg bocor.

HUAAAAAAA
*panik

Astaghfirullahaladzim...

Dengan takut-takut, saya berjingkat segera mencabut kabel rol dari stop kontak. Ya Allah, untung tidak terjadi korslet atau apa. Entah tidak bisa saya bayangkan jika kabel tersebut korslet, begitu bangun dan menginjak air, apa yang akan terjadi pada saya.

Langsung memeriksa seisi kamar, dan yah semua barang yg ada di lantai sudah basah terendam. Selain hp dan kabel2 itu, tas ransel dan buku2 materi DTSD dan Prajabatan yang saya tumpuk di pojokan kamar pun tak terselamatkan.

Hapekuuu... huaaaa
Dua-duanya dalam keadaan mati, dan tak berani saya nyalakan. Si Nokia, yang baru saya gunakan kembali setelah berbulan-bulan sekarat, bahkan sudah kemasukan air antara lcd dan casing depannya. Sedangkan si Gio, entahlah, saya tak berani melihat lebih jauh. Segera saya preteli keduanya, saya lepas baterei dan sim cardnya, saya keringkan, dan saya teringat, beras! Ya, kata beberapa teman, kalau hp jatuh atau terendam air maka alternatif pertolongan yg mujarab adalam merendamnya dalam beras, tanpa air tentu saja.

Segera saya turun ke kamar penjaga kosan, melapor kalau kamar saya dan sebagian lantai atas sudah tergenang, dan meminjam beras, untuk menyelamatkan hp saya.

Butuh beberapa ember besar untuk mengeluarkan air dari dalam kamar. Ternyata sumber air adalah dari bocornya kamar sebelah kamar saya, yg kebetulan kosong. Alhasil, dua kamar lain dalam satu deretan dg kamar saya, dan satu gudang, sukses terendam. Dan kalian tau, cuma sayalah penghuni di antara tiga kamar tersebut. huhuhu

Sampai tulisan ini dibuat, entah bagaimana nasib hp saya itu. Mereka masih terbenam dalam berasnya, dan semoga itu menyelamatkan. Untungnya sim card masih bisa selamat, dan dg sarana hp pinjaman teman kosan, sudah menghubungi ibu di rumah sambil sesenggukan.

Mohon doanya ya teman2, semoga mereka baik-baik saja..

Senin, 05 Desember 2011

Rumah adalah...

Rumah adalah..
Tempat paling nyaman sedunia, dimana semua orang di dalamnya sangat mencintaimu dan kau pun sangat mencintai mereka.
Rumah adalah..
Tempat kedamaian selalu kau temukan, karena orang2 di dalamnya selalu menerimamu dg tangan terbuka, seburuk dan sebanyak apapun kesalahanmu.
Rumah adalah..
Tempat yg selalu ingin kau datangi, untuk berbagi saat kebahagiaan meruah di dadamu, ataupun untuk bersembunyi saat kesedihan mengoyak hatimu.

Hah, ini bukan tentang materi atau harta duniawi. Sesederhana apapun rumahmu, kau akan tetap nyaman karena cinta orang2 di dalamnya adalah harga mati yg tak tertandingi dg kelengkapan fasilitas ataupun kemilaunya perabotan. Seberisik apapun saudara2mu bertengkar ataupun berebut sesuatu, hal itu akan selalu kau rindukan sekalipun kau ada di tengah hiruk pikuk perkotaan apalagi di tengah senyapnya kesendirian. Secerewet apapun ibu dan ayahmu menasehatimu, setidaknya itu pertanda masih ada orang yg selalu khawatir akan keadaanmu.

Dan bagi sebagian orang, keinginan pulang yg tiba2 bisa jadi merupakan pertanda keinginan untuk melarikan diri dari beratnya rasa yg menghimpit dada. Bukan, tak selalu kau temukan penyelesaian di rumahmu. Tapi cinta yg akan kau temukan di sana selalu mampu membuatmu merasa kuat, dan kembali membuatmu tersenyum menghadapi semuanya..

Jumat, 02 Desember 2011

Mari Melayani dengan Hati

Hari Selasa dan Rabu kemarin ini saya berkesempatan mengikuti sebuah diklat yg bertajuk "Customer Service Excellent". Diklat ini diselenggarakan oleh kepegawaian kantor saya dalam rangka pembentukan front office untuk melayani stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan dari Direktorat Jenderal Anggaran. Jadi pelayanan nantinya akan dipusatkan di satu titik dan berkonsep seperti layaknya CS di Bank atau perusahaan jasa lainnya.

Dalam diklat itu kami diajarkan bagaimana benar-benar menjadi Customer Service yang baik. Ramah, penuh senyum, penuh sapa, bagaimana menghadapi berbagai tipe karakter pengguna jasa kita, dan sebagainya. Intinya adalah bagaimana mempersembahkan pelayanan sebaik mungkin kepada para stakeholders yang selama ini berhubungan dengan DJA (dalam hal ini sebut saja para satuan kerja dari kementerian lain). Di tengah diklat sempat muncul pertanyaan dari salah seorang peserta, "Bukankah dalam instansi pemerintahan seperti kita, seburuk apapun pelayanan yang kita berikan, tetap saja satker-satker itu akan mendatangi kita dan memakai jasa kita? Sejutek apapun kita dalam menghadapi mereka, toh mereka tetap akan mendatangi DJA untuk mengurus rencana anggaran mereka?"

Dan inilah jawaban pengisi materi dalam diklat itu, "Memang benar. Instansi pemerintah (yang tentu saja memonopoli satu bidang pelayanan, baik terhadap instansi lain ataupun kepada masyarakat) memang tidak akan kehilangan "pelanggan" apabila pelayanan yang kita berikan tidak memuaskan. Tetapi pengaruhnya tentu saja adalah pada image, bagaimana semakin lama kekecewaan mitra kerja dan masyarakat terhadap instansi tersebut akan semakin bertumpuk.  Bagaimana kita akan mengajak masyarakat untuk terus mendukung program pemerintah (membayar pajak, misalnya), jika masyarakat itu sendiri sudah menganggap instansi-instansi pemerintah sendiri tidak dapat memberikan pelayanan yang terbaik pada mereka dan tidak dapat memuaskan kebutuhan mereka."

Ironis, nyatanya satu hari kemudian saya langsung mempraktekkan apa yang menjadi jawaban pengisi diklat tersebut. Bukan, posisi saya bukan sebagai pemberi layanan, melainkan sebagai pengguna jasa dari sebuah perusahaan transportasi milik pemerintah (sebut saja PT KAI). Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa PT ini menjadi salah satu yang banyak menerima keluhan dari masyarakat terkait pelayanan dan penyediaan jasanya. Tapi toh tetap saja masyarakat tidak bisa berpaling untuk menggunakan jasa lain, karena memang untuk mode transportasi ini dimonopoli oleh mereka. Ah, untuk ketidaknyamanan dalam alat transportasi, jadwal yang sering berubah, efisiensi waktu yang tidak lagi menjadi jaminan, sungguh itu memang perlu waktu lama untuk dibenahi. Dalam diklat kemarin hal-hal seperti itu disebut sebagai Core Service, yaitu pelayanan yang memang menjadi kewajiban/tugas pokok perusahaan. Selain itu ada pula yang disebut Personal Service, yaitu pelayanan yang disediakan oleh pegawai perusahaan, seperti misalnya keramahan petugasnya, kesigapan mereka untuk membantu, dan kesabaran mereka untuk memahami berbagai keinginan pelanggan. Dalam indikator kepuasan pelanggan, sisi personal service justru memberi tingkat kepuasan yang lebih tinggi daripada core service. Jika produk yang disediakan oleh perusahaan memang berkualitas maka pelanggan akan menganggapnya wajar, itu memang kewajiban mereka. Tetapi ketika ditambah dengan pelayanan personelnya yang juga berkualitas, maka itu akan menjadi tambahan kepuasan tersendiri, bahkan bisa sedikit menutupi kekecewaan ketika core service yang disediakan tidak memuaskan. Bayangkan misalnya ketika kita mendapati alat transportasi yang kita gunakan ternyata tidak terlalu nyaman dan jadwalnya molor, mungkin itu menyebalkan. Tetapi tentu saja itu akan sedikit terobati dengan mendapati petugas penjual tiketnya ramah dan pelayanannya cepat, petugas keamanan pun sigap melayani dan membantu para penumpang, dan bentuk pelayanan lain yang bersumber dari personal.

Ah, andai pemerintah sedikit saja mengurangi "kekeraskepalaan" mereka.Tidak berusaha meningkatkan pelayanan karena menganggap masyarakat tidak akan berpaling dari jasa yang mereka sediakan. Ya, sudah pasti tidak akan berpaling. Apa yang bisa masyarakat lakukan tanpa pelayanan dari pemerintah. Tapi bukankah masyarakat juga berhak mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar kekecewaan?
Semoga kita terus belajar...

Senin, 28 November 2011

Rumah Baru

Welcome!!!
Setelah lebih dari 2 tahunan ini mendiami sebuah "rumah" di sini, beberapa waktu belakangan ini entah kenapa terpikir untuk pindahan. Em, bukan pindah si mungkin ya, lebih tepatnya nyari rumah baru tapi tetap mengunjungi rumah yg lama (*seperti impian saya yg punya sebuah rumah tinggal tapi juga punya rumah lain lagi entah buat investasi ataupun buat ganti suasana saat bosan melanda.. halah!
haha

Kenapa pindah?
Bukan ada masalah sama tetangga, pastinya. Ya itu tadi, saya ini orangnya bosenan. Jadi seneng aja nyoba hal baru yang bisa diutak-atik lagi. Setelah dirasa-rasa blog lama saya itu kok isinya lebih banyak nyampahnya, mengeluh lah, pesimis lah, marah-marah lah. Ga produktif, masa 2 tahunan baru segitu-gitu aja postingannya. Jadi negatif gitu kan auranya.. :(
Nah, semoga si dengan adanya rumah baru ini tidak berakhir dengan nasib yang sama dengan pendahulunya itu. Walau tidak dipungkiri saya masih nyaman di rumah lama, banyak tetangga yang saya kenal. Sedang di sini, masih sendirian..hiks

Jadi, ayo doakan saya biar bisa konsisten mengurus rumah baru ini ya, dengan semangat baru, dengan hal baru, yang lebih baik tentunya.
Semangat kakaaaaak.. :)))