Minggu, 09 Februari 2014

Hikmah Perjalanan

Kembali pulang, setelah 11 hari perjalanan penuh cerita. Sungguh deh, dari tawa, tangis, kesal, bahagia, sehat, sakit, takjub, miris, semuanya ada. Tapi cerita lengkapnya di post terpisah ya, mungkin ada mungkin tidak tergantung mood nanti.. haha. Abisnya panjang banget kayaknya ceritanya..

Saya mau cerita dikiit aja. Tentang salah satu hikmah perjalanan yg sangat membekas bagi saya. Betapa selama ini saya -dan kita kebanyakan- memang hidup di zona nyaman. Dekat dengan keluarga, dengan lingkungan yang nyaman, dan (alhamdulillah) menganut agama yang sama dengan mayoritas penduduk di negara ini sehingga amat sangat mudah menjalankan kewajiban-kewajiban agama yang saya anut. Sebelas hari menjadi musafir dan minoritas, sungguh mengajarkan saya bahwa dunia luar itu sangat luas dan tidak selalu kenyamanan yang kita inginkan dapat kita temui. Padahal ya masih di Asia.

Ternyata begitu rasanya, bingung menjelaskan padanan kata yang tepat untuk 'ibadah' ketika menanyakannya kepada penduduk di negara komunis, yang mereka bahkan tidak tau agama itu apa. Mendapat penolakan resepsionis hotel ketika waktu menginap sudah habis dan ingin meminjam ruangan selama beberapa menit, sekedar menunaikan kewajiban saat waktu sholat tiba. Sembunyi-sembunyi melakukan sholat di lorong depan kamar di lantai paling atas pun jadi solusi. Atau ketika dapat izin dan hanya berupa ruangan gudang kotor, yang bahkan susah untuk bersujud dengan sempurna. Sholat di perjalanan hampir setiap hari. Begitu pula ketika sekuat tenaga mencari makanan halal walaupun kemudian yang ada tak sesuai selera, ketika di kanan kiri penjual makanan menawarkan babi. Dan di pelosok negara-negara itu, ketika mendapati masjid yang berdiri megah dengan suara azan yang mengalun indah atau penduduk yang menyapa dengan kata "i'm moslem, too", bahagianya tak terkira. Hikmah memakai jilbab, agar kamu mudah dikenali, memang benar rupanya.

Lha terus? Nyesel? Kapok? Enggak lah. Justru saya bersyukur diberi kesempatan ngerasain perjalanan dan pengalaman itu. Saya belajar, bahwa dunia itu luas. Bahwa tekad dan komitmen sebagai pemeluk suatu agama itu tak hanya dirayakan saat mudah, namun juga diuji saat susah. Seberapa kuat kita menggigit tali iman itu, saat ibadah tak lagi mudah. Toh ini belum seberapa. Baru sebelas hari, rame-rame pula.
Alhamdulillah, satu alasan lagi untuk bersyukur karena dilahirkan dan tinggal di Indonesia.. hehe

* Begini kok punya cita-cita menuntut ilmu di Eropa atau Amerika, Fa..